lets start begin.. :)
MAKALAH
OVER USE DAN TRAUMA
Faktor penyebab , tindakan
perawatan dan terapi
Diajukan
dalam Rangka
Tugas
Kelompok Mata Kuliah Pencegahan Perawatan Cidera (PPC)
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET SURAKARTA
Disusun
Oleh:
RICHO ADY BRAHMANTO
NIM
K4611095
ZANDRA
DWANITA WIDODO
NIM
K4611116
JURUSAN
PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada
junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Overuse dan Trauma ”.
Melalui penulisan makalah ini penulis
hendak memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pencegahan dan perawatan
cidera pada overuse dan trauma . Selain itu penulis juga ingin memaparkan faktor
penyebab , tindakan perawatan dan tindakan terapi.
Penulis sangat menghargai bantuan dari
berbagai pihak dalam rangka penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan yang telah diberikan
hingga pada akhirnya penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun akan penulis terima dengan senang hati demi kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi orang tua, praktisi pendidikan ,
praktisi olahraga dan pemerhati anak pada khususnya dan masyarakat luas pada
umumnya. Terima kasih.
Surakarta,25 Mei 2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Mata kuliah Pencegahan dan Perawatan
Cidera merupakan mata kuliah bidang studi yang diprogram oleh seluruh mahasiswa
Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (Penjaskesrek) dengan tujuan
memberikan berbagai keahlian mengenal bagaimana cara mencegah dan menangani
pada perawatan cidera. Mata pelajaran atau kuliah tentang Pencegahan dan
Perawatan Cidera ini perlu diberikan kepada semua mahasiswa calon pendidik
profesional untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif dalam pemahaman teori serta dapat
mengaplikasikanya dalam praktek Pencegahan dan Perawatan Cidera di lapangan .
Karna mata kuliah Pencegahan dan Perawatan Cidera ini merupakan landasan
ilmu praktek dari penanganan dan perawatan pada cidera olahraga yang sedang
kita geluti ini atau pada cidera yang terjadi dalam kegiatan keseharian . Hal
inilah yang kemudian mendorong penulis untuk mengeksplorasi tekhnik perawatan dan pencegahan cidera lebih jauh lagi guna
memperoleh manfaat bagi masyarakat dan mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas
Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
(JPOK) UNS.
1.2
Perumusan
Masalah
Permasalahan
dalam makalah
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Trauma Cidera dan apa saja faktor yang
menyebabkanya serta bagaimana cara perawatan dan terapi pada Trauma Cidera ?
2. Apakah yang dimaksud dengan Overuse dan apa saja faktor
yang menyebabkan serta bagaimana cara perawatan dan terapi pada Overuse ?
1.3
Tujuan Penulisan
Tulisan ini
bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca, khususnya para mahasiswa jurusan
POK, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Negeri Sebelas Maret
agar nantinya dalam pelaksanaan pembelajaran dapat membekali peserta didik
dengan penjelasan lebih luas dan mendalam dalam praktek maupun teori perawatan
dan pencegahan cidera yang sesuai dengan standar nasional maupun internasional
serta tingkat perkembangan siswa dan materi pembelajaran.
1.4
Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:
1.
Bagi
Penulis dan Mahasiswa UNS khususnya FKIP JPOK
Menambah wawasan mengenai teori dan praktek perawatan dan pencegahan cidera sehingga dapat mengaplikasikanya
untuk landasan metode atau model pembelajaran untuk mengajar praktek maupun teori
perawatan dan pencegahan cidera.
2.
Bagi
Praktisi Pendidikan (Seperti Orang tua, Guru, Mentor ataupun pihak lain yang
terkait)
Menambah inspirasi dan wawasan mengenai landasan teori dan praktek perawatan dan
pencegahan cidera.
3.
Bagi
Masyarakat Umum
Memperolehh wacana baru akan pentingnya pengetahuan sebagai landasan teori untuk
mengaplikasikan praktek dalam penanganan perawatan dan pencegahan cidera
olahraga tersebut sebagai skill untuk membantu keluarga atau kerabat yang
sedang mengalami cidera.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.Pengertian
Trauma Cidera
Trauma
adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera
(Sjamsuhidajat, 1997). Trauma abdomen terbagi menjadi jenis : Trauma
terhadap
dinding abdomen.Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1.
Kontusio dinding abdomen ,disebabkan oleh trauma tumpul . Kontusio
dinding
abdomen tidak terdapat cedera abdomen , tetapi trauma tumpul pada
abdomen
dapat terjadi karena kecelakaan motor , jatuh, atau pukulan.
2.
Laserasi , merupakan trauma tembus abdomen yang disebabkan oleh luka
tembakan
atau luka tusuk yang bersifat serius dan biasanya memerlukan
pembedahan.
Hampir semua luka tembak membutuhkan bedah ekspolarasi,
luka
tusuk mungkin lebih ditangani secara konservatif. ( Smeltzer, 2001)
Trauma
abdomen adalah terjadinya cedera atau kerusakan pada organ
abdomen
yang menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme
, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.
2.2.Faktor Penyebab Trauma Cidera
Penyebab
trauma abdomen menurut Sjamsuhidajat (1997) antara lain :
trauma,
iritasi , infeksi,obstruksi dan operasi .
Kerusakan
organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma tembus
,biasanya
tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat kecelakaan
mobil,pukulan
langsung atau jatuh.. Luka yang tampak ringan bisa menimbulkan
cedera
eksterna yang mengancam nyawa (Boswick,1996).
Trauma
abdomen terjadi karena trauma ,infeksi ,iritasi dan obstruksi.
Kemungkinan
bila terjadi perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan
memperlihatkan
tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah
dan
akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami
perforasi,
maka tanda –tanda perforasi ,tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak.
Tanda-tanda
dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan , nyeri spontan
,nyeri
lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis
umum.
Bila
syok telah lanjut pasien akan mengalami tatikardi dan peningkatan
suhu
tubuh , juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda –tanda peritonitis belum
tampak
.Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul .
Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga abdomen , maka operasi harus
dilakukan
(Sjamsuhidajat ,1997).
Manifestasi
klinis trauma abdomen dapat meliputi : nyeri (khususnya karena
gerakan),nyeri
tekan dan lepas(mungkin menandakan iritasi peritonium karena
cairan
gastrointestinal atau darah)distensi abdomen ,demam, anoreksia, mual dan
muntah
,tatikardi ,peningkatan suhu tubuh ( Smeltzer,2001)
2.3.Tindakan
Perawatan Trauma Cidera
a) Trauma Tumpul
- 1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat
dikerjakan yang bermakna merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap
98 % sensitive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan
oleh team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan
hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :
- Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obat-obatan.
- Perubahan sensasi trauma spinal
- Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis
- Pemeriksaan diagnostik tidak jelas
- Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu yang agak lama, pembiusan untuk cedera extraabdominal, pemeriksaan X-Ray yang lama misalnya Angiografi
- Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan trauma usus
DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik
normal nilai dijumpai hal seperti di atas dan disini tidak memiliiki fasilitas
USG ataupun CT Scan. Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi
yang jelas untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi
abdomen sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang lanjut, dan adanya
koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai tekhnik terbuka atau tertutup
(Seldinger ) di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada pasien dengan
fraktur pelvis atau ibu hamil, lebih baik dilakukan supraumbilikal untuk
mencegah kita mengenai hematoma pelvisnya ataupun membahayakan uterus yang
membesar. Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat sayuran
ataupun empedu yang keluar, melalui tube DPL pada pasien dengan henodinamik
yang abnormal menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah
segar (>10 cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer
Laktat (pada anak-anak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara
menekan maupun melakukan rogg-oll, cairan ditampung kembali dan
diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal ,serat maupun
empedu. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 149-150)
Test (+) pada trauma tumpul bila 10 ml atau
lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm3,
leukosit > 500/mm3 atau pengecatan gram (+) untuk bakteri,
bakteri atau serat. Sedangkan bila DPL (+) pada trauma tajam bila 10 ml atau
lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal,sel darah merah 5000/mm3
atau lebih. (Scheets, 2002 : 279-280)
- 2. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan
USG untuk mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di
tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas, specifitas dan
ketajaman untuk meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding dengan
DPL dan CT abdomen Ultrasound memberikan cara yang tepat, noninvansive, akurat
dan murah untuk mendeteksi hemoperitorium, dan dapat diulang kapanpun.
Ultrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi,
yang secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun
terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya sama dengan indikasi DPL.
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150)
3. Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ
yang mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk
mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis yang sulit di diagnosa dengan
pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL. (American College of Surgeon
Committee of Trauma, 2004 : 151)
b) Trauma Tajam
- Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada
diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun
thorax foto berulang, thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan CT
scan.
- Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL pada luka tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang relatif asimtomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan diagnostik yang tidak invasive adalah pemeriksaan diagnostik serial dalam 24 jam, DPL maupun laroskopi diagnostik.
- Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau triple contrast pada cedera flank maupun punggung
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik
antara lain pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple contrast,
maupun DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula
asimptomatik kemudian menjadi simtomatik, kita peroleh ketajaman terutama dalam
mendeteksi cedera retroperinel maupun intraperineal untuk luka dibelakang linea
axillaries anterior. (American College of Surgeon Committee of Trauma,
2004 : 151)
- Pemeriksaan Radiologi
- 1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical
lateral, Thorax AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan
multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak dan
lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas dibawah diafragma
ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya
menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya bayangan psoas
menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal
- 2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal
tidak memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau
dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang abnormal,
rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal.
Pada pasien yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk maupun
keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya peluru maupun adanya
udara retroperitoneal pada rontgen foto abdomen tidur.
- 3. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
- Urethrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus
dilakukan urethrografi sebelum pemasangan kateter urine bila kita curigai
adanya ruptur urethra. Pemeriksaan urethrografi digunakan dengan memakai
kateter no.# 8-F dengan balon dipompa 1,5-2cc di fossa naviculare. Dimasukkan
15-20 cc kontras yang diencerkan. Dilakukan pengambilan foto dengan projeksi
oblik dengan sedikit tarikan pada pelvis.
- Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal
terbaik ditentukan dengan pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi.
Dipasang kateter urethra dan kemudian dipasang 300 cc kontras yang larut dalam
air pada kolf setinggi 40 cm diatas pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke
dalam bulu-bulu atau sampai (1) aliran terhenti (2) pasien secara spontan
mengedan, atau (3) pasien merasa sakit. Diambil foto rontgen AP, oblik dan foto
post-voiding. Cara lain adalah dengan pemeriksaan CT Scan (CT cystogram) yang
terutama bermanfaat untuk mendapatkan informasi tambahan tentang ginjal maupun
tulang pelvisnya. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 :
148)
- CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien
dengan hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami sistem
urinaria bisa diperiksa dengan CT Scan dengan kontras dan bisa ditentukan
derajat cedera ginjalnya. Bilamana tidak ada fasilitas CT Scan, alternatifnya
adalah pemeriksaan Ivp.
Disini dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal.
Dilakukan injeksi bolus 100 cc larutan Jodine 60% (standard 1,5 cc/kg, kalau
dipakai 30% 3,0 cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc yang disuntikkan dalam 30-60
detik. 20 menit sesudah injeksi bila akan memperoleh visualisasi calyx pada
X-Ray. Bilamana satu sisi non-visualisasi, kemungkinan adalah agenesis ginjal,
thrombosis maupun tertarik putusnya a.renalis, ataupun parenchyma yang
mengalami kerusakan massif. Nonvisualisasi keduanya memerlukan pemeriksaan
lanjutan dengan CT Scan + kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi
ginjal; yang mana yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki.
- Gastrointestinal
Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya
retroperitoneal (duodenum, colon ascendens, colon descendens) tidak akan
menyebabkan peritonitis dan bisa tidak terdeteksi dengan DPL. Bilamana ada
kecurigaan, pemeriksaan dengan CT Scan dengan kontras ataupun pemeriksaan
RO-foto untuk upper GI Track ataupun GI tract bagian bawah dengan kontras harus
dilakukan.
(American College of Surgeon
Committee of Trauma,2004:149)
2.4.Terapi
Trauma Cidera
Terapi
dingin (cold therapy) merupakan modalitas fisioterapi yang banyak
digunakan
pada
fase akut cedera olahraga. Pada fase akut, efek fisiologis terapi dingin berupa
vasokontriksi
arteriola
dan venula, penurunan kepekaan akhiran saraf bebas dan penurunan tingkat
metabolisme
sel sehingga mengakibarkan penurunan kebutuhan oksigen sel. Secara klinis
keseluruhan
proses tadi dapat mengurangi proses pembengkakan, mengurangi nyeri, mengurangi
spasme
otot dan resiko kematian sel.
Terapi
dingin yang banyak digunakan berupa ice massage, ice packs, cold bath/water
immersion
dan
vapocoolant sprays. Dewasa ini terapi dingin juga banyak digabungkan
dengan
terapi
latihan (cyrokinetics). Penggunaan terapi dingin harus dilakukan dengn
prosedur yang
tepat
mengingat adanya beberapa resiko terapi seperti iritasi, hipothermia, frost
bite. Terapi ini
dikontraindikasikan
pada beberapa gangguan klinis antara lain Raynaud`s syndrome,
cyroglobunemia,
paraxoxymal hemaglobinuria, vasculitis dan gangguan syaraf
sensoris seperti
pada
diabetes mellitus.
2.5.
Pengertian Overuse
Overuse injury disebabkan oleh
gerakan berulang yang terlalu banyak dan terlalu cepat.
Cedera parah (overuse injuries)
adalah cedera dimana nyeri bahu semakin terasa dan semakin memburuk dari
waktu ke waktu.
Orang yang mengalami overuse
injuries biasanya tidak bisa menjelaskan secara spesifik apa yang menyebabkan
munculnya nyeri tersebut.
Overuse injuries biasanya
berkaitan dengan postur tubuh yang jelek maupun teknik olahraga yang kurang
bagus.
Overuse injuries yang sering
terjadi, yaitu:
- Sindrom tubrukan (impingement
syndromes)
- Rotator cuff tendinopathy
- Bursitis
2.6. Faktor Penyebab Overuse
Di bawah beberapa faktor yang bisa menyebabkan cedera
overuse :
Latihan Yang
Berlebihan ,
Ini bisa
terjadi jika anda memaksa diri untuk berlatih di luar batas kemampuan diri
anda, berlatihlah sesuai dengan kemampuan anda, anda harus tahu batas kemampuan
tubuh anda sendiri.
Metode
Latihan Yang Salah ,
D i mana anda terlalu cepat
meningkatkan intensitas ataupun jumlah latihan,hanya karena ingin kalori cepat
terbakar ataupun karena ingin cepat mendapatkan hasil dari olahraga ini.
Kelainan
Struktural
Kelainanan struktural atau
anatomi tubuh anda yang dapat memberikan stress tambahan, misalnya
kelainan otot, tulang, sendi dll. Ini bisa karena bawaan dari lahir
Kurangnya
Flexibilitas ,
Ddimana otot yang dipertegang oleh
latihan yang keras akan lebih rentan terhadap untuk terjadi cereda.
Ketidak
Seimbangan Otot
Ini bisa terjadi jika salah satu
otot lebih kuat daripada otot lain yang melakukan fungsi yang berlawanan
misalnya selain melatih otot Biceps (Lengan Atas Depan) kita juga harus melatih
otot Triceps (Lengan Atas Belakang), agar kekuatan otot lengan kita berimbang
Kurangnya
Pemanasan
Pemanasan sebelum berolahraga sangat
penting, karena ini membantu untuk kita menjadi tidak kaku/ menambah
flexibilitas sehingga bisa terhindar dari cedera.
2.7.
Tindakan Perawatan Overuse
Perawatan dan pengobatan untuk
overuse injury sering lebih sulit dibandingkan cedera sendi bahu akut.
Untuk tahap awal, gerakan atau
aktivitas yang bisa memperparah kondisi harus dihentikan agar jaringan dan
sendi bisa berisitrahat.
Perawatan jaringan lunak dan
elektroterapi juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan inflamasi
serta menghancurkan jaringan parut dan meningkatkan fleksibilitas otot.
Setelah rasa sakit dan inflamasi
mereda, program latihan rehabilitasi biasanya akan dilakukan untuk mengatasi
masalah postural dan ketidakseimbangan otot yang berkontribusi terhadap cedera
2.8 Terapi Overuse
Untuk
cedera akut, terapi dingin sering digunakan bersama-sama dengan teknik
pertolongan
pertama pada cedera yang disebut RICE (rest, ice, compression and
elevation).
Teknik
ini meliputi :
Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera.
Memberikan es selama dua hari setelah cedera untuk mencegah pembengkakan
luka.
Mempergunakan kompresi elastis selama dua hari untuk mencegah
pembengkakan.
Berusaha agar bagian yang cedera ada di atas letak jantung untuk mengurangi
kemungkinan
terjadinya pembengkakan.
Dalam
perawatan nyeri yang disebabkan karena cedera, terapi dingin dilakukan sampai
pembengkakan
berkurang. Terapi dingin biasanya digunakan pada 24 sampai 48 jam setelah
terjadinya
cedera dan dipakai untuk mengurangi sakit dan pembengkakan. Panas selanjutnya
digunakan dalam fase
rehabilitasi fase kronis (Hubbard et al., 2004:278).
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
1. Pencegahan dan Perawatan Cidera
merupakan skill
manusia sehari-hari yang dapat dikembangkan untuk
menangani cidera olahraga untuk atlet maupun orang yg sedang berolaraga baik
pada waktu latihan ataupun bertanding bilamana jauh dari medis.
2. Manfaat
bagi mahasiswa bisa untuk
perkembangan skill untuk
memenuhi syarat kelulusan pada mata kuliah Pencegahan
Perawatan Cidera dengan topik Cidera Olahraga Trauma dan Overuse
B. SARAN
1. Diharapkan
guru mengenalkan dan melatihkan keterampilan proses dan keterampilam kooperatif
praktek dan teori dasar pencegahan
perawatan cidera sebelum atau selama pembelajaran agar siswa mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat menumbuhkan
dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut pada mata kuliah atau mata pelajaran topik cidera olahraga.
2. Agar
pembelajaran dengan pendekatan keterampilan dalam proses pembelajaran topik cidera
olahraga ini dapat berjalan, sebaiknya guru membuat perencanaan
mengajar materi pelajaran, dan menentukan semua konsep-konsep yang akan
dikembangkan, dan untuk setiap konsep ditentukan metode atau pendekatan yang
akan digunakan serta keterampilan proses yang akan dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
McKhann II GM, Copass MK, Winn HR. Prehospital care of
the head-injured patient. In: Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT, eds. Neurotrauma. McGraw-Hill, 1996:
103-117.
Wilberger JE. Emergency care and initial evaluation.
In: Cooper PR, ed. Head Injury.
Baltimore: Williams and Wilkins, 1993:27-41
Dorland,2002,Kamus Saku Kedokteran .Jakarta :EGC
Smeltzer C. Suzanne,
Brunner & Suddarth. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
American College of
Surgeon Committee of Trauma,2004.Advanced
Trauma Life Support Seventh Edition.Indonesia: Ikabi
(Scheets,Lynda
J.2002.Panduan Belajar Keperawatan
Emergency.Jakarta: EGC
(ENA (Emergency Nurse
Association )2000.Emergency Nursing Core Curiculum ,5th,USA:W.B.Saunders
Company
Best regards,
Zandradw :)
Best regards,
Zandradw :)
pengetahuan tentang cedera penting sekali dipelajari oleh para atlet, termasuk bola basket. Dnegan begitu dapat meminimalisir atau melakukan pencegahan.
BalasHapusukuran lapangan bola basket