Hola sobat bloggiest, dari sekian banyak sumber, saya merekomendasikan referensi dari :
(Sumber: "PEDOMAN PRAKTIS BERMAIN BULUTANGKIS", Oleh: PB PBSI)
Tentang pengertian Psikologi Olahraga atau Apasih Psikologi Olahraga itu ? yang menurut saya dijamin kredibilitasnya dari plagiat.. hehehe cekidot yaa sobat bloggies
A. Pengertian Psikologi Olahraga
1. Apakah Psikologi Olahraga?
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang
kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak
disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari
luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu
dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang
olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam
diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan
dan factor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain,
tujuan umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar
dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
2. Mengapa Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet
bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga
kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang. denyut nadi
meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan
mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali
menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya.
Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga,
khususnya dalam pengendalian stres.
Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai.
mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali
tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat
menolong tercapainya tujuan tersebut.
3. Bagaimanakah Psikologi Olahraga Dapat Membantu Atlet Agar Memiliki Mental yang Tangguh?
Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat
melalui latihan yang terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina
aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap
atlet harus dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang
lainnya. Untuk membantu mengenal profil setiap atlet, dapat dilakukan
pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal dengan
"psikotes", dengan bantuan psikometri.
Profil psikologis atlet biasanya berupa gambaran kepnbadian secara
umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikimya yang dihubungkan
dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah banyak dari
waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa calon
atlet berbakat dapat ditelusun semata-mata dari profil psikologisnya.
Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak
menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena
banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek
psikologis dapat diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis
(diuraikan kemudian) yang terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya
sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program tersebut.
B. Aspek-aspek Psikologis yang berperan dalam Olahraga
Pengaruh faktor psikologis pada atlet akan terlihat dengan jelas pada
saat atlet tersebut bertanding. Berikut ini akan diuraikan beberapa
masalah psikologis yang paling sering timbul di kalangan olahraga,
khususnya dalam kaitannya dengan pertandingan dan masa latihan.
1. Berpikir Positif
Berpikir positif dimaksudkan sebagai cara berpikir yang mengarahkan
sesuatu ke arah positif, melihat segi baiknya. Hal ini perlu dibiasakan
bukan saja oleh atlet, tetapi terlebih-lebih bagi pelatih yang
melatihnya. Dengan membiasakan diri berpikir positif, maka akan
berpengaruh sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri,
meningkatkan motivasi, dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak.
Berpikir positif merupakan modal utama untuk dapat memiliki ketrampilan
psikologis atau mental yang tangguh.
Pikiran positif akan diikuti dengan tindakan dan perkataan positif
pula, karena pikiran akan menuntun tindakan. Sebagai contoh, jika dalam
bermain bulutangkis terlintas pikiran negatif seperti,
"takut salah, takut out, takut bola pukulannya tanggung"
dan sebagainya, maka kemungkinan terjadi akan lebih besar. Karena itu
cobalah dan biasakan untuk selalu berpikir positif, hindari yang
negatif. Demikian juga dalam memberikan instruksi kepada atlet. Daripada
mengatakan:
"Kamu ini susah sekali sih diajarnya..., salah terus...! Awas, jangan berhenti sebelum bisa!", lebih baik mengatakannya dengan cara yang positif walaupun maksudnya sama:
"Ayo,
coba lagi pelan-pelan, kamu pasti bisa melakukannya. Perhatikan,
tangannya, begini... langkahnya, ke sini... kena bolanya, di sini... ayo
dicoba".
Sebagai pelatih, tunjukkan Anda percaya bahwa atlet Anda memiliki
peluang untuk dapat berprestasi baik. Cemooh, celaan, dan kritik yang
pedas yang tidak pada tempatnya, justru akan membuat atlet bereaksi
negatif dan berakibat akan menurunkan motivasi yang diikuti dengan
penurunan prestasi.
2. Penetapan Sasaran
Penetapan sasaran (goal setting) merupakan dasar dan latihan mental.
Pelatih perlu membantu setiap atletnya untuk menetapkan sasaran, baik
sasaran dalam latihan maupun dalam pertandingan. Sasaran tersebut mulai
dan sasaran jangka panjang, menengah, sampai sasaran jangka pendek yang
lebih spesifik.
Untuk menetapkan sasaran, ada tiga syarat yang perlu diingat agar sasaran itu bermanfaat, yaitu:
a. Sasaran harus menantang.
Sasaran yang ditentukan harus sedemikan rupa, sehingga atlet merasa tertantang untuk dapat mencapai sasaran tersebut.
b. Sasaran harus dapat dicapai.
Buatlah sasaran itu cukup tinggi, akan tetapi tidak terlalu tinggi.
Atlet harus merasa bahwa sasaran yang ditetapkan itu dapat tercapai jika
ia berusaha keras. Jika sasaran terlalu tinggi, sehingga atlet merasa
mustahil dapat mencapainya, maka motivasi berlatihnya akan menurun.
Demikian pula, jika sasaran tersebut terlalu mudah untuk dapat dicapai,
maka atlet merasa tidak perlu berlatih keras karena ia akan dapat
mencapai sasaran tersebut.
c. Sasaran harus meningkat.
Mulai dari sasaran yang relatif rendah, kemudian buatlah sasaran
tersebut makin lama makin tinggi, semakin sulit tercapainya jika atlet
tidak berlatih keras. Dalam setiap latihanpun biasakanlah selalu ada
sasaran yang harus dicapai. Dan target yang bersifat umum, lalu uraikan
lagi secara lebih spesifik. Dan target untuk suatu kompetisi jangka
panjang, uraikan menjadi target atau sasaran jangka pendek, sampai
target untuk setiap latihan. Sasaran yang ditetapkan tersebut, hendaknya
juga ditetapkan kapan harus tercapainya, dan bagaimana pula cara
mengukumya atau apa ukurannya secara objektif. Sedapat mungkin, buatkan
grafik pencapaian sasaran tersebut agar terlihat jelas arah dan
peningkatannya.
3. Motivasi
Motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang
untuk melakukan sesuatu sebagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu.
Motivasi yang kuat menunjukkan bahwa dalam diri orang tersebut tertanam
dorongan kuat untuk dapat melakukan sesuatu.
Ditinjau dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara
motivasi yang berasal dan luar (ekstrinsik) dan motivasi yang berasal
dari dalam diri sendiri (intrinsik). Dengan pendekatan psikologis
diharapkan atlet dalam setiap penampilannya dapat memperlihatkan
motivasi yang kuat untuk bermain sebaik-baiknya, sehingga dapat
memenangkan pertandingan.
Motivasi yang baik tidak mendasarkan dorongannya pada faktor
ekstrinsik seperti hadiah atau penghargaan dalam bentuk materi. Akan
tetapi motivasi yang baik, kuat, dan lebih lama menetap adalah faktor
intrinsik yang mendasarkan pada keinginan pribadi yang lebih
mengutamakan prestasi untuk mencapai kepuasan diri daripada hal-hal yang
material.
Untuk mengembangkan motivasi intrinsik ini, peran pelatih dan
orangtua sangat besar. Pelatih perlu melakukan pendekatan dan
menumbuhkan kepercayaan diri pada atlet secara positif. Ajarkan atlet
untuk dapat menghargai diri sendiri, oleh karena itu, pelatih harus
memperlihatkan bahwa ia menghargai hasil kerja atlet secara konsekuen.
4. Emosi
Faktor-faktor emosi dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan
atlet secara pribadi terhadap diri sendiri, pelatih maupun hal-hal lain
di sekelilingnya. Bentuk-bentuk emosi dikenal sebagai perasaan seperti
senang, sedih, marah, cemas, takut, dan sebagainya. Bentuk-bentuk emosi
tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan
di sini adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak
merugikan diri sendiri.
Pengendalian emosi dalam pertandingan olahraga seringkali menjadi
faktor penentu kemenangan. Para pelatih harus mengetahui dengan jelas
bagaimana gejolak emosi atlet asuhannya, bukan saja dalam pertandingan
tetapi juga dalam latihan dan kehidupan sehari-hari. Pelatih perlu tahu
kapan dan hal apa saja yang dapat membuat atletnya marah, senang, sedih,
takut, dan sebagainya. Dengan demikian pelatih perlu juga mencari
data-data untuk mengendalikan emosi para atlet asuhannya. yang tentu
saja akan berbeda antara atlet yang satu dengan atlet lainnya.
Gejolak emosi dapat mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti
gemetar, sakit perut, kejang otot, dan sebagainya. Dengan terganggunya
keseimbangan fisiologis maka konsentrasi pun akan terganggu, sehingga
atlet tidak dapat tampil maksimal. Seringkali seorang atlet mengalami
ketegangan yang memuncak hanya beberapa saat sebelum pertandingan
dimulai. Demikian hebatnya ketegangan tersebut sampai ia tidak dapat
melakukan awalan dengan baik. Apalagi jika lawannya dapat menekan dan
penonton pun tidak berpihak padanya, maka dapat dibayangkan atlet
tersebut tidak akan dapat bermain baik. Konsentrasinya akan buyar,
strategi yang sudah disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan ia tidak
tahu harus berbuat apa.
Disinilah perlunya dipelajari cara-cara mengatasi ketegangan (stress
mana- gement). Sebelum pelatih mencoba mengatasi ketegangan atletnya.
terlebih dulu harus diketahui sumber-sumber ketegangan tersebut. Untuk
mengetahuinya, diperlukan adanya komunikasi yang baik antara pelatih
dengan atlet. Berikut ini dijelaskan secara terpisah mengenai
aspek-aspek yang berkaitan dengan emosi.
5. Kecemasan dan Ketegangan
Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan
sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan
perasaan tidak enak lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet
menjadi tegang, sehingga bila ia terjun ke dalam pertandingan maka dapat
dipastikan penampilannya tidak akan optimal. Untuk itu, telah banyak
diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan ketegangan yang
penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.
Sebagai usaha untuk dapat mengatasi ketegangan dan kecemasan,
khususnya dalam menghadapi pertandingan, lakukanlah beberapa teknik
berikut ini :
a. Identifikasikan dan temukan sumber utama dan permasalahan yang menimbulkan kecemasan.
b. Lakukan latihan simulasi, yaitu latihan di bawah kondisi seperti dalam pertandingan sesungguhnya.
c. Usahakan untuk mengingat, memikirkan dan merasakan kembali saat-saat
ketika mencapai penampilan paling baik atau paling mengesankan.
d. Lakukan latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan alau
pengendoran otot-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu.
e. Lakukan latihan otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara
sistematis memikirkan dan merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat
dan berat.
f. Lakukan latihan pernapasan dengan bernapas melalui mulut dan hidung serta secara sadar bernapas dengan menggunakan diafragma.
g. Dengarkan musik (untuk mengalihkan perhatian).
h. Berbincang-bincang, berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan perhatian).
i. Membuat pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang diperlukan saat itu.
j. Lain-lain yang dapat mengurangi ketegangan.
6. Kepercayaan Diri
Dalam olahraga, kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu
faktor penentu suksesnya seorang atlet. Masalah kurang atau hilangnya
rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan
atlet tampil di bawah kemampuannya. Karena itu sesungguhnya atlet tidak
perlu merasa ragu akan kemampuannya, sepanjang ia telah berlatih secara
sungguh-sungguh dan memiliki pengalaman bertanding yang memadai.
Peran pelatih dalam menumbuhkan rasa percaya diri atletnya sangat
besar. Syarat untuk untuk membangun kepercayaan diri adalah sikap
positif. Beritahu pemain di mana letak kekuatan dan kelemahannya
masing-masing. Buatkan program latihan untuk setiap atlet dan bantu
mereka untuk memasang target sesuai dengan kemampuannya agar target
dapat tercapai jika latihan dilakukan dengan usaha keras. Berikan kritik
membangun dalam melakukan penilaian terhadap atlet. Ingat, kritik
negatif bahkan akan mengurangi rasa percaya diri.
Jika pemain telah bekerja keras dan bermain bagus (walaupun kalah),
tunjukkan penghargaan Anda sebagai pelatih. Jika pemain mengalami
kekalahan (apalagi tidak dengan bermain baik), hadapkan ia pada
kenyataan objektif. Artinya, beritahukan mana yang telah dilakukannya
secara benar dan mana yang salah, serta tunjukkan bagaimana seharusnya.
Menemui pemain yang baru saja mengalami kekalahan harus dilakukan
sesegera mungkin dibandingkan dengan menemui pemain yang baru saja
mencetak kemenangan.
7. Komunikasi
Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi dua arah, khususnya antara
atlet dengan pelatih. Masalah yang sering timbul dalam hal kurang
terjalinnya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atletnya adalah
timbulnya salah pengertian yang menyebabkan atlet merasa diperlakukan
tidak adil, sehingga tidak mau bersikap terbuka terhadap pelatih. Akibat
lebih jauh adalah berkurangnya kepercayaan atlet terhadap pelatih.
Untuk menghindari terjadinya hambatan komunikasi, pelatih perlu
menyesuaikan teknik-teknik komunikasi dengan para atlet seraya
memperhatikan asas individual. Keterbukaan pelatih dalam hal pogram
latihan akan membantu terjalinnya komunikasi yang baik, asalkan
dilakukan secara objektif dan konsekuen. Atlet perlu diberi pengertian
tentang tujuan program latihan dan fungsinya bagi tiap-tiap individu.
Sebelum program latihan dijalankan, perlu dijelaskan dan dibuat
peraturan mengenai tata tertib latihan dan aturan main lainnya termasuk
sanksi yang clikenakan jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang
telah dibuat tersebut. Jadi, hindarilah untuk memberlakukan suatu sanksi
yang belum pernah diberitahukan sebelumnya. Misalnya, seorang atlet
minum Coca Cola dalam latihan, lalu dihukum oleh pelatih. Atlet tersebut
bingung dan bertanya-tanya mengapa ia dihukum karena ia tidak pernah
dijelaskan sebelumnya oleh pelatih bahwa dalam latihan dilarang minum
minuman bersoda.
Demikian pula dalam hal pelaksanaanya. Peraturan yang sudah dibuat,
haruslah dijalankan secara konsekuen. Artinya, jika seorang atlet
dihukum karena melanggar peraturan tertentu, maka jika ada atlet lain
yang melanggar peraturan yang sama ia pun harus mendapat hukuman yang
sama. Demikian pula jika atlet yang sama melakukannya lagi di kemudian
hari.
Pelatih pun perlu bersikap objektif dan berpikir positif. Bersikap
objektif maksudnya adalah bersikap sesuai dengan kenyataan atau fakta
apa adanya tanpa menyangkutpautkan dengan hal lain. Jika pelatih marah
terhadap atlet karena misalnya si atlet datang terlambat dalam latihan,
maka hukumlah atlet itu hanya atas keterlambatannya, jangan dihubungkan
dengan hal-hal lain (ingat, hukuman tersebut harus sudah tertera dalam
tata tertib latihan).
8. Konsentrasi
Konsentrasi merupakan suatu keadaan di mana kesadaran seseorang
tertuju kepada suatu obyek tententu dalam waktu tertentu. Makin baik
konsentrasi seseorang, maka makin lama ia dapat melakukan konsentrasi.
Dalam olahraga, konsentrasi sangat penting peranannya. Dengan
berkurangnya atau terganggunya konsentrasi atlet pada saat latihan,
apalagi pertandingan, maka akan timbul berbagai masalah.
Dalam olahraga, masalah yang paling sering timbul akibat terganggunya
konsentrasi adalah berkurangnya akurasi lemparan, pukulan, tendangan
& tembakan sehingga tidak mengenai sasaran. Akibat lebih lanjut jika
akurasi berkurang adalah strategi yang sudah dipersiapkan menjadi tidak
jalan, sehingga atlet akhimya kebingungan, tidak tahu harus bermain
bagaimana dan pasti kepercayan dirinya pun akan berkurang. Untuk
menghindari keadaan tersebut, perlu dilakukan latihan berkonsentrasi.
9. Evaluasi Diri
Evaluasi diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan
yang terjadi pada dirinya sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar atlet
dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu
maupun saat ini. Dengan bekal pengetahuan akan keadaan dirinya ini maka
pemain dapat memasang target latihan maupun target pertandingan dan cara
mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk mengevaluasi hal-hal yang
telah dilakukannya, sehingga memungkinkan untuk mengulangi penampilan
terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk.
Oleh karena itu, pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk
memiliki buku catatan harian mengenai latihan dan pertandingan. Minta
pemain untuk menuliskan kelemahan dan kelebihan diri sendiri, baik dalam
segi fisik, teknik, maupun mental. Kemudian koreksilah jika menurut
Anda sebagai pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau ada yang kurang.
Biasakan agar atlet mengisi buku tersebut secara teratur.
Ajak atlet untuk menuliskan di dalam bukunya hal-hal yang intinya sebagai berikut:
- Target jangka panjang, menengah, dan jangka pendek dalam latihan dan pertandingan.
- Sesuatu yang dilakukan dan dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan.
- Suatu gerakan atau penampilan mengesankan.
- Catatan mengenai kelemahan dan kelebihan lawan yang akan dihadapi dan strategi menghadapinya.
- Hasil dan jalannya pertandingan.
- Hal yang mengganggu emosi atau membuat penampilan jadi buruk.
- Penghargaan yang didapat atas suatu keberhasilan.
Pastikan bahwa buku tersebut diisi secara teratur oleh setiap atlet.
Namun perlu diingat bahwa pelatih jangan terlalu memaksa untuk membaca
buku harian atlet. Biarkan itu menjadi bagian dan rahasia pribadi
mereka. Yang perlu dipantau oleh pelatih adalah bahwa atlet mempunyai
bahan bagi dirinya sendiri untuk melakukan evaluasi.
C. Persiapan Pertandingan
Setelah atlet dilatih baik fisik, teknik, strategi, maupun mentalnya
dengan program latihan yang tepat, maka untuk menguji hasil latihannya
adalah dengan lterjun ke dalam pertandingan. Tentunya diharapkan bahwa
setiap pemain akan dapat menampilkan seluruh kemampuannya yang didapat
dan latihan. Namun acapkali pemain tampil di bawah form, artinya ia
tidak dapat menampilkan seluruh kemampuan yang dimilikinya pada saat
pertandingan.
Untuk mengatasi hal seperti di atas, perlu diciptakan situasi yang
mendukung yang tercapainya prestasi optimal dan dilakukan perwapan
mental untuk menghadapi suatu pertandingan agar si atlet dapat
menampilkan seluruh kemampuannya, sehingga tercapailah prestasi puncak.
Ada empat tahap penting dalam persiapan menuju pertandingan, yaitu
(1). Sebelum hari pertandingan
(2). Pada hari pertandingan
(3). Saat pertandingan
(4). Setelah hari pertandingan.
Berikut uraiannya dalam contoh persiapan pertandingan bulutangkis:
1. Sebelum Hari Pertandingan
a. Kumpulkan data mengenai kekuatan dan kelemahan lawan. Jika
memungkin- kan, putarlah rekaman pertandingannya. Kemudian susunlah
strategi untuk menghadapinya. Untuk pemain ganda, diskusikan strategi
tersebut dengan pasangannya.
b. Pantau kemajuan atlet, baik fisik maupun mentalnya dengan memperhatikan bagaimana tingkat konsentrasinya, bagaimana
irama, timing, power, dan kelancaran menjalankan ketrampilannya serta sikapnya terhadap latihan secara umum.
c. Pantau tingkat kecemasan atlet dengan melihat ekspresi wajahnya
apakah cerah atau murung: apakah sinar matanya letih atau segar dan
awas. Juga perhatikan suasana hatinya, bagaimana kualitas tidur dan
makannya, apakah ia mengalami faktor-faktor psikosomatis seperti sakit
perut, nyeri otot, sesak nafas, demam, batuk, keringat dingin, dan
sebagainya.
d. Pada saat tidak latihan, pastikan bahwa atlet tidak "hidup dan
berpikir" mengenai pertandingannya 24 jam sehan. Berikan aktivitas yang
menyenangkan bagi dirinya yang dapat memberikan suasana gembira,
sehingga ia bisa mengalihkan pikirannya sejenak dari pertandingan.
e. Satu hari menjelang pertandingan, biasanya cukup latihan ringan
saja dan tidak perlu berada di lapangan terlalu lama. Pada malam hari
sebelum bertanding, tidurlah pada saat yang tepat, tidak perlu tidur
terlalu cepat. Sebelum tidur, lakukan latihan relaksasi dan visualisasi.
Jika pertandingan besok dilakukan pagi atau siang hari, siapkan
alat-alat perperlengkapan pertandingan, termasuk baju ganti dan
perlengkapan cadangan malam ini juga agar esok tidak terburu-buru.
Pastikan semua dalam keadaan baik.
2. Pada Hari Pertandingan
a. Bangun tidur pada saat yang tepat, malamnya harus tidur cukup dan
tidak berlebihan. Kemudian lakukan aktivitas rutin kebiasaan
sehari-hari, seperti sembahyang, berdoa, stretching, sarapan (perhatikan
kapan harus makan dan apa yang harus dimakan), latihan relaksasi dan
visualisasi, memeriksa kembali perlengkapan pertandingan termasuk
cadangannya. Mulailah hari ini dengan gembira, optimis, dan berpikir
positif.
b. Berangkatlah ke tempat pertandingan pada saat yang tepat.
Perhitungkan jarak ke tempat pertandingan, bagaimana mencapainya,
kemacetannya dan sebagainya. Tidak perlu berangkat terlalu cepat, namun
jangan sampai terlambat, sehingga tidak ada waktu untuk istirahat,
penyesuaian dan pemanasan.
c. Di tempat pertandingan pelatih perlu mengenali atlet mana yang
berada didekat teman-temannya dan mana yang lebih suka menyendiri.
Pastikan di lapangan mana atlet yang akan bertanding, jangan lupa
melapor panitia. Untuk pertandingan pertama, pastikan atlet sudah hapal
dimana letak ruang ganti, WC, ruang kesehatan, tes doping, tempat ganti
senar, dan sebagainya.
d. Sambil melakukan pemanasan, atlet hendaknya meningkatkan level
`semangat' dlan tetap berpikir positif. Pelatih dapat mengingatkan
strategi yang akan diterapkan secara sekilas. Lakukan stroke dengan
penuh konsentrasi yang kemudian dapat dilanjutkan dengan'visualisasi
clan relaksasi.
3. Saat Bertanding
Saat bertanding tiba, bukan waktunya lagi untuk memikirkan teknik
memukul atau bagaimana harus melangkah. Itu semua sudah dilatih dalam
latihan dan sudah dihayati dalam visualisasi. Sekarang saatnya tinggal
mengulang-ulang kejadian yang sudah divisualisasikan dan melakukannya
sesuai dengan situasi saat ini. Sekarang adalah saatnya melakukan
konsentrasi penuh hanya pada bola dan jalannya pertandingan.
Anjurkan atlet untuk:
a. Memantau clan menyesuaikan tingkat kecemasan, lakukan relaksasi.
b. Pusatkan perhatian semata-mata hanya terhadap permainan yang
sedang dijalani. Kesalahan yang baru atau pernah terjadi, clan yang
mungkin terjadi jangan dihiraukan.
c. Berpikir positif dan optimis, jangan biarkan pikiran-pikiran negatif.
d. Jangan terlalu banyak menganalisa.
e. Bermainlah dengan irama sendiri, jangan terbawa irama lawan.
f. Menjalankan strategi yang telah disiapkan. Jangan diubah jika
strategi itu berjalan. Lakukan evaluasi singkat, jika strategi tidak
jalan, lakukan penyesuaian dengan alternatif strategi yang sudah
dipersiapkan.
g. Hindari hal-hal negatif seperti, menyalahkan diri sendiri secara
berlebihan, berbicara terhadap diri sendiri berlebihan, berpikir
negatif, meragukan kemampuan clan menyerah sebelum pertandingan selesai.
h. Jika bermain bagus, jangan bertanya mengapa clan mengganti apapun;
biarkan berjalan demikian. Jangan mengendor jika sedang leading
(memimpin pertandingan), clan tidak perlu kasihan jika lawan mendapat
angka nol.
4. Setelah Hari Pertandingan
a. Mintalah atlet mencatat hal-hal posisitf maupun negatif yang
dirasa berpengaruh terhadap penampilannya dalam pertandingan tadi. Bukan
hanya yang bersifat teknik, taktik, clan strategi, tetapi juga yang
bersifat mental, bahkan hal-hal kecil lainnya. Catat hasil tersebut
dalam buku evaluasi si atlet.
b. Evaluasi penampilan dalam pertandingan tadi. Apakah mencapai sasaran?
c. Putuskan apakah perlu diadakan penyesuaian terhadap program latihan.
d. Pusatkan perhatian terhadap aspek-aspek positif dari penampilan dalam pertandingan.
D. Pelatih Sebagai Pembina Mental Atlit
Pelatih dalam olahraga dapat mempunyai fungsi sebagai pembuat atau
pelaksana program latihan, sebagai motivator, konselor, evaluator dan
yang bertanggung jawab terhadap segala hal yang berhubungan dengan
kepelatihan tersebut. Sebagai manusia biasa, pelatih sama halnya dengan
atlet, mempunyai kepribadian yang unik yang berbeda antara satu dengan
lainnya. Setiap pelatih memiliki kelebihan dan kekurangan, karena itu
tidak ada pelatih yang murni ideal atau sempura.
Dalam mengisi peran sebagai pelatih, seseorang harus melibatkan diri
secara total dengan atlet asuhannya. Artinya, seorang pelatih bukan
hanya melulu mengurusi masalah atau hal-hal yang berhubungan dengan
olahraganya saja, tetapi pelatih juga harus dapat berperan sebagai
teman, guru. orangtua, konselor, bahkan psikolog bagi atlet asuhannya.
Dengan demikian dapat diharapkan bahwa atlet sebagai seorang yang ingin
mengembangkan prestasi, akan mempunyai kepercayaan penuh terhadap
pelatihnya.
Keterlibatan yang mendalam antara pelatih dengan
atlet asuhannya harus dilandasi oleh adanya empati dan pelatih terhadap
atletnya tersebut.Empati ini merupakan kemampuan pelatih untuk dapat
menghayati perasaan atau keadaan atletnya, yang berarti pelatih dapat
mengerti atletnya secara total tanpa ia sendiri kehilangan identitas
pnbadinya. Untuk mengerti keadaan atlet dapat diperoleh dengan
mengetahui atau mengenal hal-hal penting yang ada pada atlet yang
bersangkutan. Pengetahuan sekadarnya saia tidak cukup bagi pelatih untuk
mengetahui keadaan psikologi atletnya. Dasar dan sikap mau memahami
keadaan psikologi atletnya adalah pengertian pelatih bahwa setiap orang
memiliki sifat-sifat khusus yang memerlukan penanganan khusus pula dalam
hubungan dengan pengembangan potensinya.
Kepribadian seorang pelatih dapat pula membentuk kepribadian atlet
yang menjadi asuhannya. Hal terpenting yang harus ditanamkan pelatih
kepada atletnya adalah bahwa atlet percaya pada pelatih bahwa apa yang
diprogramkan dan dilakukan oleh pelatih adalah untuk kebaikan dan
kemajuan si atlet itu sendiri. Untuk bisa mendapatkan kepercayaan
tersebut dari atlet, pelatih tidak cukup hanya memintanya, tetapi harus
membuktikannya melalui ucapan, perbuatan, dan ketulusan hati. Sekali
atlet mempercayai pelatih maka seberat apapun program yang dibuat
pelatih akan dijalankan oleh si atlet dengan sungguh-sungguh.
(Sumber: "PEDOMAN PRAKTIS BERMAIN BULUTANGKIS", Oleh: PB PBSI)
Best Regards,
Zandra DW